Warga Mengadu Ke Ormas Agung Diteruskan Ke Kecamatan

TULUNGAGUNG - Ketua Ormas Agung, Agus Jendral yang berkantor di wilayah desa Plosokandang mendampingi beberapa warga desa Plosokandang datang ke kantor Kecamatan Kedungwaru menjerit biaya akta yang dikenakan oleh desa Plosokandang, pada Selasa (23/5) siang. 

Tanah seluas 12 ru milik Eko Marut RT 01/01 dusun Srigading desa Plosokandang memiliki surat tanah petok D dijual ke warga bernama Waridi RT 02/04 dusun Tunggangri seharga Rp 325 juta. Yang kemudian dikenakan biaya akta jual beli Rp 9,1 juta dan sebagian sudah diserahkan ke Kepala desa Plosokandang, Sunari S.P, ungkap Wariadi dengan disaksikan (anak) dan penjual tanpa kwitansi ke wartawan Koran ini. 

Menurut pembeli proses akta yang dijanjikan selama dua minggu lamanya. Karena salang surutnya informasi biaya akta yang dikenakan kepada pembeli. Sehingga kedua belah pihak mengadukan persoalan biaya akta itu ke Ormas Agung. Dijelaskan oleh Agus Jendral bahwa, pungutan akta yang dikenakan ke masyarakat jangan nemen-nemen

Karena masih ada yang lebih berwenang mengurusi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut di Kecamatan. Karenanya kami melangkah dan menyerahkan ke Kecamatan supaya PPAT diuruskan, sedangkan desa hanya sebagai saksi mengetahui di desanya telah terjadi jual beli dari kedua belah pihak. Kami sebenarnya masih bingung prosedur pungutan untuk biaya akta yang setinggi itu, sedangkan transaksi hanya segitu. 

Tetapi, yang kami (Agus Jendral, Red) pahami dalam pengurusan akta jual beli, akta hibah, hak pembagian bersama, katakanlah akta jual beli 1% dari nilai transaksi, berarti biaya akta itu hanya Rp 3,25 juta. Olehnya warga kita damping ke kantor Kecamatan terkait biaya yang sebenarnya dan sekalian kami pasrahkan ke kantor Kecamatan. Karena yang membawa kaat PPAT bukan desa. Kami percaya antar pembeli dan penjual mengeluh dan mengadukan ke kantor Ormas Agung. 

Kecamatan sudah menyanggupi untuk menyelesaikan akta jual beli tersebut. Peraturan desa (Perdes) berkaitan biaya juga PPAT kami belum paham. Yang jelas persoalan itu sudah kami pasrahkan ke Kecamatan, ucap Ketua Ormas Agung ke Newsweek baru-baru ini. Tentang laporan keempat orang ahli waris, Sofian Yusuf 75 tahun, Maryati 72 tahun, Dewi 70 tahun, Badriyah 65 tahun anak dari Toyyib (almarhum) ke Polres Tulungagung dalam perkara lain masih dalam proses di kepolisian. 

Keterangan Kejaksaan Negeri Tulungagung dalam penyelidikan dan penyidikan pengumpulan data dan bahan keterangan telah memanggil nama-nama yang disebutkannya dalam laporan itu,hasilnya ditemukan adanya tindak pidana. Akan tetapi, merupakan tindak pidana umum kewenangannya dari penyidik Polres Tulungagung, katanya dalam keterangan surat Kejaksaan Negeri Tulungagung yang di tembuskan  ke kantor  Ormas Agung, pada 20/9/2016. Kronologi : semestinya sertifikat dibalik nama dulu ke masing-masing ahli waris. 

Setelah itu baru dipecah sesuai kesepakatan, lalu dibalik nama ke masing-masing. Tetapi, sampai sekarang sertifikat belum dipecah,yang jelas diduga disitu tidak sesuai dengan aturan. Sementara sudah diterbitkan akta waris hak pembagian bersama. Seharusnya dibalik nama dulu ke ahli waris, baru dipecah sesuai kesepakatan ukuran. 

Karena  hak waris terkadang tidak sama antara depan dan belakang,barulah diterbitkan sertifikat ke masing-masing tersebut. Sejauh ini Polres belum pernah mengatakan tidak mempunyai unsur pidana. Perkara ini belum selesai kami akan terus menindaklanjuti sejauh mana kasus itu selesai, pungkasnya.Hingga berita ini di turunkan kepala desa belum dapat di konfirmasi  (NAN/RID)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement