Keterangan Hermanto Palsu, Henry Buka Kedok Asoei dan Teguh Kinarto

Surabaya Newsweek-  Henry J Gunawan kembali menjalani persidangan dugaan penipuan dan penggelapan di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (5/2/2018). Kali ini, Direktur PT Gala Bumi Perkasa (GBP) ini menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Dalam keterangannya di persidangan, Henry menjelaskan bahwa keterangan Hermanto yang didakwakan kepada dirinya semuanya tidak benar.

“Saya tidak pernah ketemu dan tidak kenal Hermanto. Tidak benar itu ada pertemuan saya dengan dia untuk membahas kesepakatan,” kata Henry ketika ditanya kuasa hukumnya Sidiq Latukonsina.
Sidiq kemudian menyatakan bahwa jika keterangan itu tidak benar dan tidak terbukti maka bisa dikatakan sebagai keterangan palsu.

“Jadi keterangan Hermanto yang tertera dalam dakwaan tidak benar dan bisa dianggap keterangan palsu?,” tanya Sidiq kepada Henry dalam persidangan.

Kali ini, keterangan Henry juga lebih banyak membongkar kedok dari Heng Hok Soei alias Asoei dan Teguh Kinarto. Menurutnya, antara dirinya dan Asoei sudah saling kenal lama. Bisa dibilang, antara dirinya dan Asoei merupakan teman dekat yang saling mempercayai. 

“Sejak 1984 Asoei sudah kenal saya. Berkali-kali Asoei hutang uang ke saya, bahkan tanpa ikatan-ikatan (jaminan). Saya tau dia sering lakukan kayak gini,” kata Henry menggambarkan kedekatannya dengan Asoei.

Namun dibalik kedekatan itu, Henry tidak menyangka jika sebenarnya Asoei memiliki niat jahat terhadap dirinya. Semuanya berawal saat Henry dan Asoei sepakat untuk bekerja sama dalam proyek pembangunan Pasar Turi. “Asoei saat itu memasukkan Teguh Kinarto sebagai Direktur Utama PT GBP,”  beber Henry.

Pria kelahiran Jember ini menambahkan, tujuan dari Asoei menjadikan Teguh Kinarto sebagai Direktur Utama adalah untuk mengawasi PT GBP. Heng Hok Soei dan Teguh Kinarto terafiliasi karena ternyata punya saham yang sama di Perusahaan Grahanandi.

Henry juga mengungkapkan bahwa Heng Hok Soei menggunakan cara yang sama untuk menghindari pajak dan tidak membayar retribusi perusahaanya. Termasuk terbitnya surat-surat penting yang menurut Henry tanpa sepengetahuan dirinya.

“Ada rencana besar yang dibuat mereka (Asoei dan Teguh Kinarto), mereka mau ‘makan’ tanah saya. Dia sering menggunkan cara seperti ini. Nanti akan saya bongkar semuanya termasuk Heng Hok Soei juga tidak bayar retribusi perusahaanya selama tiga puluh tahun,” kata Henry.

Perkara lain juga disinggung Henry soal kesepakatan hutang-pihutang tanah 2,2 juta meter dengan Heng Hok Soei. Kemudian Heng Hok Soei juga melakukan hutang pihutang sebesar Rp 3,6 m tapi direkayasa dengan ikatan jual beli. Apalagi pada tahun 2005 juga terjadi peminjaman uang di Swiss Bank sebesar Rp 1 trilliun.

“Jadi perbandinganya beratus-ratus kali lipat. Ini sama hutang pihutang ternyata dibikin jual beli,,” katanya.

Hal yang sama dikatakan Henry juga terjadi dalam urusan Pasar Turi bahwa Teguh Kinarto seolah-olah meminjamkan uang padahal nantinya dipakai sendiri karena berstatua Dirut PT GBP. “Jadi uangnya dipakai dia sendiri,” cetusnya.

Dari kasus inilah Henry akhirnya mengetahui bagaimana Asoei dan Teguh Kinarto berkongsi untuk menjatuhkan namanya dengan cara menjeratkan dalam kasus ini. Bahkan, Henry menyebutkan bahwa Heng Hok Soei sudah melakukan banyak kecurangan terhadap dirinya.


“Saya gak nyangka jadinya malah seperti ini. Gara-gara uang dia (Asoei) menyusahkan orang,” katanya dihadapan majelis hakim yang diketuai Unggul Warso Mukti.

Terkait tuduhan bahwa dirinya telah menjual tanah milik Hermanto yang berlokasi di Claket Malang, Henry juga membantahnya. Menurut Henry, dirinya tidak pernah melakukan pertemuan dengan Asoei dan Hermanto untuk membahas soal penjualan tanah di Claket. “Kenal saja tidak, apalagi jika dikatakan pernah bertemu Hermanto, tidak pernah sama sekali,” tegasnya.

Saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Prakosa bertanya soal jual beli tanah di Claket dan Jalan Teeku Umar, Surabaya, Henry mengaku tidak mengetahui. “Saya tidak tahu. Karena waktu itu, legal menyiapkan surat-surat, saya langsung tandatangani. Tapi saya belum tentu tahu isi surat-surat itu,” terangnya.

Henry juga mengaku tidak pernah pernah menyuruh seseorang untuk mengambil sertifikat tanah di notaris Caroline C Kalampuang. “Caroline di persidangan dulu bilang katanya saya yang menyuruh orang untuk ambil sertifikat. Notaris kok katanya-katanya. Jangankan notaris Dirut pun tidak bisa ambil (sertifikat) jika tidak ada surat kuasa,” katanya.

Henry lantas menjelaskan, saat itu ada seseorang yaitu Yudiavian Tedja berniat untuk membeli tanah di Claket. “Saat itu calon pembeli (Yudiavian Tedja) menunjukkan fotocopy sertifikat tanah di Claket yang masih atas mana Sutanto. Namun setelah diperiksa ternyata sertifikat itu sudah atas nama PT GBP. Saat itu, tanah tersebut sudah atas nama PT GBP, dan saya cek di BPN dan clear dan tidak ada masalah,” beber Henry.

Menurut Henry, seharusnya yang perlu dicari tahu adalah mengapa tanah di Claket sudah menjadi atas nama PT GBP. “Itu perbuatannya Teguh Kinarto yang berkongsi dengan Asoei (mengubah sertifikat atas nama Sutanto menjadi PT GBP),” tegasnya.( Ham )
Lebih baru Lebih lama
Advertisement