SURABAYA - Hakim Pengadilan Negeri
(PN) Surabaya, Maxi Sigerlaki akan dilaporkan ke Komisi Yudisial oleh Ima
Sriwulan Wisanto, Warga Mojo Kidul Surabaya, sekaligus korban penganiayaan dan
rencana pembunuhan yang dilakukan terdakwa Terdakwa Dojo Lukito Wisanto, Warga
Praban Kulon III/18 Surabaya.
Dijelaskan Ima, sikap kasar dari
Hakim Maxi itu diterimanya saat Ia menjadi saksi di PN Surabaya, pada 6 Maret
2018 lalu. Saat bersaksi, Ima tak kuasa menahan tangis akibat psikis yang
dialaminya. Namun, Hakim Maxi tak merespon keadilan yang diungkapkan Ima
melalui tangisannya dan justru mencemoohnya dengan menuding tangisan Ima lebay
layaknya Setya Novanto.
"Saya menangis karena masih
trauma dengan peristiwa itu, tapi rasanya hakim ini sudah tidak netral dan
malah mengkata-katai saya dengan kasar sekali,"ungkap Ima pada awak media,
Selasa (27/3/2018).
Tak sekali itu Ima dihujat, Ia
kembali mendapat perkataan yang kasar dari Hakim Maxi saat persidangan kedua.
Pada persidangan yang digelar 6 Maret 2018 lalu, Ima dituding telah memberikan
bukti-bukti foto penganiayaan yang dianggap Hoax. "Saat itu Hakim
malah ancam menghukum saya karena saya dianggap melakukan hoax, padahal jelas
dalam foto-foto itu ada lima titik luka diwajah saya,"sambung Ima.
Sikap tak netral hakim Maxi
Sigerlaki kian terlihat, saat Ima mempertanyakan status penahanan terdakwa Dojo
Lukito Wisanto pada persidangan ketiga, Selasa (20/3/2018). Hakim kelahiran
Manado ini justru menantang Ima agar malaporkannya hingga ke Presiden Joko
Widodo. "Silahkan laporkan sampai ke Presiden, saya tidak takut,"ucap
Ima menirukan omongan hakim Maxi Sigerlaki.
Atas ketiga perlakuan itulah, Ima
akan melaporkan Hakim Maxi Sigerlaki ke Komisi Yudisial (KY) Penghubung Jatim.
"Pengaduannya sedang saya susun dan secepatnya saya bawa ke
KY,"pungkas Ima.
Diceritakan Ima, peristiwa
penganiayaan itu terjadi pada 4 Oktober 2017 lalu. Saat itu, Terdakwa Dojo
Lukito Wisanto yang masih sedarah ini mendatangi rumah Ima dijalan Mojo Kidul
Surabaya. Tanpa alasan yang jelas, tiba-tiba terdakwa mendobrak-dobrak
rumah korban dan marah-marah. Saat ditanya alasannya, terdakwa ingin menjemput
ibunya yang tinggal bersama korban.
Namun, sesaat korban mengganti baju
ibunya, tiba-tiba terdakwa Dojo mendobrak pintu kamar dan memukul korban dengan
bertubi-tubi dan berulang-ulang tanpa memberikan alasannya. "Dia
(terdakwa Dojo) memperlakukan saya kayak binatang. Lepas memukuli saya, dia
malah menantang saya untuk melaporkannya ke Polisi dan mengancam akan
membunuh saya,"terang Ima.
Peristiwa itu menyebabkan korban
mengalami luka parah pada bagian wajahnya, hingga korban dirawat inap di RS
Siloam hingga dirujuk ke RS Mitra Keluarga Surabaya. Aksi penganiayaan tersebut
akhirnya dilaporkan ke Polsek Gubeng.
Keadilan pun mulai dirasakan Ima
saat perkara ini bergulir ke Kejari Surabaya, dengan langsung melakukan
penahanan pada terdakwa Dojo. Namun, rasa adil itu hanya sesaat, Oleh Hakim
Maxi Sigerlaki, status penahanan terdakwa Dojo dialihkan menjadi tahanan kota.
Pada kasus ini, terdakwa Dojo
didakwa dengan pasal berlapis. Dia dijerat melanggar pasal 351 ayat 2
KUHP tentang penganiayaan, pasal 406 ayat 1 KUHP tentang pengerusakan, pasal
340 KUHP tentang rencana pembunuhan, dan melanggar pasal 170 ayat 2 ke 2 KUHP
tentang penganiayaan dengan menggunakan tenaga bersama kekerasan. (Ban)