Hakim Tipikor Surabaya Putuskan Eddy Rumpoko Dilarang Berpolitik Selama 3 Tahun


SURABAYA - Jum'at (27/4) merupakan hari yang bersejarah bagi Mantan Walikota Batu, Eddy Rumpoko atas kasus suap yang membelitnya. Pada persidangan babak akhir perkara suap itu, Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya sependapat dengan Jaksa KPK, menyatakan Eddy Rumpoko yang bersatus sebagai terdakwa ini telah terbukti menerima suap berupa mobil merek Toyota New Alphard senilai Rp 1,6 miliar dari pengusaha Filiphus Djap. 

Atas kelakuan murahannya tersebut, Unggul Warso Mukti selaku ketua majelis hakim pemeriksa perkara ini menjatuhkan vonis 3 tahun penjara pada Eddy Rumpoko lantaran terbukti melanggar pasal 11 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Selain itu, Eddy Rumpoko juga dihukum membayar denda sebesar Rp 300 juta, dan sesuai ketentuan drndat tersebut akan digantikan dengan pidana kurungan selama 3 bulan, apabila Eddy Rumpoko tidak membayarnya. 

Hukuman badan dan denda tersebut  nampaknya belum seberapa berat bagi  Eddy Rumpoko, terdakwa yang berhasil ditangkap melaui Operasi Tangkap Tangan (OTT) itu harus merelakan dirinya tidak bisa tampil dalam ajang perpolitikan di Indonesia, lantaran hak politiknya dicabut selama 3 tahun. 

Kendati sepakat dengan pembuktian jaksa KPK, Namun vonis hakim Unggul Warso Mukti ini jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, yang sebelumnya menuntut terdakwa Eddy Rumpoko dengan hukum 8 tahun penjara, denda Rp 600 juta, subsider 6 bulan kurungan dan mencabut hak politiknya selam 5 tahun. 

Meski demikian, terdakwa Eddy Rumpoko masih terlihat belum puas atas hukuman ringan tersebut. Dia langsung menyatakan perlawanan dan menyatakan banding. Sementara Jaksa KPK masih belum bersikap dan menyatakan pikir-pikir atas vonis hakim Unggul Warso Mukti.

Perlu diketahui, Dijelaskan dalam dakwaan jaksa KPK, Pada 26 Mei 2016 lalu, terdakwa Eddy Rumpoko  telah menerima suap berupa mobil merek Toyota New Alphard senilai Rp 1,6 miliar dari pengusaha Filiphus Djap. Setelah itu, Eddy disuap dengan uang Rp 95 juta dan Rp 200 juta.

Sebagai ganti pemberian suap itu, terdakwa Eddy Rumpoko menjanjikan akan memberikan proyek-proyek atau paket pekerjaan yang bersumber pada APBD Pemkot Batu. Janji terdakwa Eddy Rumpoko yang akan memberikan proyek pada Filiphus akhirnya terbukti. melalui dua perusahaannya, yakni PT Dailbana Prima Indonesia dan CV Amarta Wisesa, Filiphus memenangkan lelang tujuh proyek pengadaan barang Pemkot Batu tahun 2016 dengan total proyek senilai Rp 11 miliar.

Selanjutnya, pada 2017, Filiphus kembali memenangi proyek pengadaan pekerjaan belanja modal peralatan dan mesin untuk pengadaan meubelair senilai Rp 5,26 miliar dan pengadaan pekerjaan pakaian dinas dan atributnya senilai Rp 1,44 miliar.

Dalam proyek pengadaan meubelair, Eddy melalui Ketua Kelompok Kerja Badan Layanan Pengadaan Barang dan Jasa VI Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu Edi Setiawan meminta fee 10 persen. Sedangkan Edi menerima 2 persen.

Terdakwa Eddy Rumpoko ditangkap oleh KPK pada 16 September 2017 lalu. Mantan orang nomor satu di Kota Apel ini ditangkap melalui operasi tangkap tangan (OTT). Selain Eddy Rumpko, KPK juga menangkap Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu, Edi Setyawan dan Pengusaha Filiphus.(Komang)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement