PH Terdakwa UU ITE, Nilai Banyak Kejanggalan Pada Kasus Kliennya

SURABAYA - Kasus pelanggaran UU ITE, yang menjerat terdakwa Saidah Saleh Syamlan berlanjut pada agenda pembacaan nota keberatan (pledoi) dari terdakwa dan penasihat hukumnya Sururi., SH., di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. (21/02)

Dalam pledoinya, Saidah banyak berharap kepada majelis hakim terhormat, yang di ketuai oleh Isjuaedi SH., MH., untuk dapat membebaskan dirinya oleh karena ketidak  tahuannya siapa Komaruzzaman maupun Amerita. Saidah menambahkan bahwa dirinya pun tidak tahu dengan bahasa jawa. 

" Majelis hakim yang mulia, saya tidak kenal dengan orang-orang yang disebut-sebut menerima pesan japri saya. Dan saya tidak bisa dan tidak mengerti bahasa jawa. Surat keterangan dari Telkomsel Jakarta juga sudah saya lampirkan ke penyidik. " urai Saidah 

Saidahpun menambahkan, saat ini kondisi keluarganya dalam keadaan yang memilukan. Sang ibunda Saidah yang sudah berusia 90 tahun sangat syok, hingga sakit-sakitan. Tak terkecuali sang suami, kondisi Abdul Azis Hamedan juga sangat memprihatinkan. Selain serangan jantung, Saidah mengaku suaminya terserang gejala stroke.

" Majelis hakim yang mulia, saya yakin dan percaya bahwa pasti ada keadilan di ruang sidang ini. Oleh karena itu saya mohon kepada majelis yang terhormat dapatlah kiranya membebaskan saya dari segala dakwaan jaksa kepada saya. " tutup Saidah

Sururi SH., MH., Penasihat Hukum (PH) terdakwa menyampaikan dalam pledoinya bahwa saksi Jamal Ghozi, mengaku tidak terlalu kenal, sebatas tahu saja. Bahkan saksi dari awal tidak ada niatan melaporkan Saidah. 

Lebih lanjut, Sururi mengatakan bahwa pengirim yang dituduh ternyata tidak kenal dan tidak pernah berhubungan sama sekali dengan yang dikirimi pesan. Sedangkan pelapor yang diketahui bernama Bayu, diketahui tidak mempunyai hubungan hukum dengan terdakwa. Bahkan berkas BAP saksi pelapor tidak pernah di bacakan di persidangan serta tidak ada dalam berkas terdakwa. " Kasus ini merupakan delik aduan absolut. Sehingga mensyaratkan  korban sendiri yang harus melapor. " tukas Sururi

Dari seluruh uraian tersebut, Sururi menyimpulkan bahwa dakwaan JPU sepantasnya di batalkan demi hukum. " perkara in casu ini adalah delik aduan, bukti yang diajukan di persidangan adalah hasil print out,  bukan pesan asli dari handphone sesuai pasal 6 UU ITE, sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian. " papar Sururi

Kemudian, Sururi melanjutkan bahwa isi didalam pesan whatsapp tersebut berisi kebenaran informasi yang dikuatkan oleh keterangan para saksi dan tidak mengandung penghinaan. Selain itu PT. Pismatex sebagai korban tidak pernah melaporkan dan tidak pernah menunjukkan identitas perusahaan. 

Di akhir kesimpulannya, Sururi mengatakan tidak adanya bukti secara forensik terhadap bukti asli dalam penyidikan. Usai sidang, saat jumpa pers Saidah mengatakan bahwa dirinya berharap kembali ada keadilan yang bisa diperoleh di PN Surabaya. " Saya berharap benar-benar ada keadilan buat saya di Pengadilan Surabaya ini. " kata Saidah. 

Sururi mengatakan bahwa ada dugaan kasus ini terkesan dipaksakan. Sebab menurutnya banyak kejanggalan yang terjadi. Terlepas terdakwa melakukan atau tidak. Bukti dan fakta persidangan menunjukkan semua ketidak adilan dalam kasus ini. 

"  Saya rasa seperti dipaksakan. Buktinya lemah. Sedangkan para saksi yang seharusnya dihadirkan seperti Komaruzzaman, Amerita tidak pernah di hadirkan oleh JPU. Tidak ada niatan melapor Saidah tapi melaporkan saksi Aziz Hamedan karena saksi Jamal Ghozi yakin itu tulisannya saksi Aziz Hamedan bukan tulisan saidah. " pungkas Sururi. (Ban) 
Lebih baru Lebih lama
Advertisement