Ritual Adat Keboan Desa Alian Masuk Destinasi Pariwisata


BANYUWANGI - Ritual adat Keboan desa Alian kecamatan Rogojampi Banyuwangi, merupakan ritual adat penuh magis yang dilakukan  oleh nenek-moyang desa Alian. Di jaman dahulu, guna memohon kepada Yang Maha Kuasa, agar hasil panen  tanaman padinya bisa baik/melimpah, maupun masyarakat desa Alian dijauhkan dari penyakit dengan jalan ritual keboan.


Ritual keboan merupakan ritual fisualnya manusia yang kesurupan, kelakuannya seperti kerbau, tanpa rekayasa yang diarak ramai-ramai keliling desa, dan setiap 20 m diberi kubangan berisi air untuk mandi kerbau. Prosesi ritual dilakukan setiap bulan 1 Suro atau bulan 1 Muharam pagi hari..


Menurut keterangan Kepala Desa Alian Anton Sujarwo, S.E dikomfirmasi dikantornya hari Jum’at (6/9) sedikit menceritakan ; bahwa pada dahulu kala, ada desa atau padujuan yang bernama Karang Mukti, yang artinya Tanah dan Mukti atau Subur. Padukuan itu sekarang menjadi desa Alian.


Pada jaman dahulu orang yang pertama kali mendiami Dukuh/Desa Karang Mukti  Buyut Wongso Kenongo, bersama kedua putranya yang bernama Raden Pronggo, dan Raden Pekik.


Dukuh Karang Mukti merupakan daerah yang subur loh junaweh, dengan hasil penen pertaniannya melimpah. Dalam suatu ketika Dukuh Karang Mukti mangalami musibah dan bencana, dimana tanaman padi milik warga diserang hama, wereng, tikus, dan pagebluk. Lumbung - lumbung padi milik warga habis, dan para penduduknya terancam kelaparan.


Selaku sesepuh di Dukuh Karang Mukti, Ki Buyud Wongso Kenongo sangat prihatin melihat musibah yang dialami penduduk. Setiap malam Ki Buyut Wongso Kenongo memohon petunjuk, kepada Yang Maha Kuasa (Aloh) untukmengatasi bencana tersebut.



Disuatu malam Ki Buyut Wongso Kenongo diberi petunjuk oleh Yang Maha Kuasa, untuk menyuruh kedua anaknyamelakukan tirakat, bertapa dihutan sekitar Dukuh Dukuh Karang Mukti. Raden Pringgo ditugaskan bertapa di hutan arah barat, yang sekarang menjadi Dusun Sukodono, dan Raden Pekik ditugaskan bertapa dihutan arah Selatan Dukuh Karang Mukti, yang sekarang dikenak dengan Gumuk Suko Pekik.


Berbulan –bulan Raden Pringgo dan Raden Pekik menjalankan pertapaannya, dan akhirna Sang Maha Pencipta mengabulkan permohonannya. Pada saat itu di luar alam kesadarannya, secara kebersamaan Raden Pringgo dan Raden Pekik berlari keluar dari pertapaanya, berlari kearah yang berbeda, tetapi mengalami kejadian sama.


Raden Pringgo dan Raden Pekik berlari kea rah persawahan, yang penuh lumpur dan berguling layaknya seekor kerbau. Melihat kejadian ini penduduk Dukuh Karang Mukti serentak keluar rumah, tak seorangpun yang mengenali kedua Raden yang sekujur badannyadipenuhi lumpur. Kedua raden tersebut terus diarak warga kerumah Ki Buyut Wongso Kenongo, dan akhirnya Ki Buyut Wongso Kenongo mengetahui , bahwa orang tersebut bukanlah orang biasa.


Sesampainya di rumah Ki Buyut kedua orang itu meminta pada Ki Buyut empat ikat padi Jawa, anak pisang Raja, Janur Kuning,dan bibit kelapa, sekaligusmenyembuhkan kedua pemuda yang kesurupan layaknya seekor kerbau dengan menyiramkan air kesekujur tubuhnya, akhirnya masyarakat mengenali siapa kedua  pemuda tersebut, yang ternyata  Raden Pringgo dan Raden Pekik.


Ritual keboan desa Alian Legenda yang di visualkan dan ditonton banyak masyarakat, dan di gelar pada hari Minggu (8/9) di desa Alian, dan ritual adat keboan  sudah masuk distinasi Pariwisata di agenda Dinas Kebudayaan Pariwisata Banyuwangi dan viral Nasional.. Katanya. (jok)       
Lebih baru Lebih lama
Advertisement