Pemkot Pastikan Jalan Tambak Wedi Baru Masuk SIMBADA



Surabaya – Aset Pemkot Surabaya berupa akses jalan umum, di Jalan Tambak Wedi dibangun tembok pembatas oleh warga. Padahal Pemkot Surabaya melalui Kepala Bagian Hukum, memastikan bahwa, jalan tersebut merupakan aset resmi Pemerintah Kota Surabaya.


Menurut Kepala Bagian Hukum Pemerintah Pemkot Surabaya Ira Tursilowati, Jalan Tambak Wedi Baru itu memang sudah lama tercatat sebagai aset pemerintah kota. Hal itu berdasarkan Peta Topografi Komando Daerah Militer V/Brawijaya (Topdam) yang diukur dan dibuat petanya pada tahun 1929 silam.


“Dalam peta tersebut, Jalan Tambak Wedi Baru itu memang sudah berupa jalan, meskipun saat itu masih berbentuk jalan setapak,” papar Ira ditemui di ruang kerjanya, Rabu (8/1/2019).


Masih Ira, seiring berjalannya waktu, pada tahun 2002, melalui musrenbang kelurahan, Jalan Tambak Wedi Baru sampai Jalan Kedung Cowek diaspal dan terus dimanfaatkan menjadi jalan umum.


Selain itu, Jalan Tambak Wedi Baru itu sudah tercatat dalam SIMBADA (Sistem Informasi Manajemen Barang dan Aset Daerah).
“Jadi, sudah jelas bahwa itu aset resmi Pemkot Surabaya,” ujarnya.


Ia menyayangkan, apabila ada warga yang menutup jalan itu dengan tembok. Sebenarnya persoalan Jalan Tambak Wedi Baru ini, sudah pernah ada koordinasi antara warga yang mengklaim pemilik dengan jajaran Pemkot Surabaya.


Bahkan, koordinasi itu sudah dilakukan hingga tiga, pertama di Balai Kota Surabaya, DPRD Surabaya dan di Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak.


Dari hasil koordinasi itu, lanjut Ira, diketahui bahwa warga yang mengklaim pemilik itu mendapatkan tanah itu dari hasil lelang tahun 1998. Kemudian pada tahun 2018, mereka baru melakukan balik nama ke BPN.


“Nah, saat itu BPN memberikan informasi kepada mereka bahwa Jalan Tambak Wedi Baru itu masuk sertifikatnya, sehingga saat itu dia langsung ingin menutup  jalan tersebut. Padahal BPN belum mengeluarkan produk apapun terkait dengan keterangan tersebut, hanya sekadar informasi. Yang perlu diperhatikan juga, kata BPN, kalau beli dari hasil lelang, harus menerima apa adanya seperti itu,” tandasnya.


Dia menjelaskan, sertifikat mereka keluarnya tahun 1983. Setelah dicek beberapa datanya hingga ke kelurahan, ternyata ada ketidaksamaan data dengan buku tanah di kelurahan.
Data ini masih terus ditelusuri oleh Pemkot Surabaya sambil meminta bantuan hukum kepada pihak Kejaksaan Negeri Surabaya. 


“Jadi, kami sudah meminta pendampingan hukum kepada kejaksaan,” ungkapnya.


Saat ini, Pemkot Surabaya masih melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk meminta pendapat hukum dengan kejaksaan. ( Ham )

Lebih baru Lebih lama
Advertisement