Debat Publik Kedua, Doa Eri Cahyadi Mendapat Pujian Dari Banyak Kalangan



Surabaya - Doa yang dibacakan  oleh calon Walikota Surabaya Eri Cahyadi pada penutupan debat publik kedua, banyak mendapat simpati dari banyak kalangan, tak terkecuali kalangan para Ulama Ahlusunnah Wal Jamaah (Aswaja) dan warga Nahdliyin. 


Mereka menilai doa tersebut seolah mempertegas bahwa Eri adalah sosok santri dari Nahdlatul Ulama yang rendah hati.


” Dia menutup debat dengan doa yang fasih semakin mempertegas bahwa dia memang santri dari keluarga besar Nahdlatul Ulama. sudah tidak diragukan lagi keasliannya,”ujar KH Qodli Syafii, di Surabaya, Jumat (20/11/2020).


Ia menilai doa yang dipanjatkan Eri Cahyadi sudah sering dilakukan oleh warga Nahdliyin dan menjadi kebiasaan para Ulama Aswaja. Ia menjelaskan doa tersebut adalah Sholawat Munjiyat, salah satu doa yang isinya minta terkabullkan hajatnya dengan bertawassul kepada Nabi Muhammad.


“Kalau tidak terbiasa atau pernah nyantri, maka sulit melafalkan dengan fasih doa sholawat Munjiyat, apalagi dalam debat yang penuh ketegangan, dia jelas pernah nyantri dan NU,” ujar KH Qodli Syafii yang juga pengurus Syuriah NU Kota Surabaya.


Dikatakannya, dalam doa tersebut Eri juga menyebutkan kekuatan adalah milik Allah. Itu artinya dia ikhlas dan tidak menunjukkan kesombongan diri. 


” Dia adalah sosok pemimpin yang rendah hati dan tidak sombong, ikhlas menjalankan pilkada ini, dan pasrah kepada Allah, karena Allah maha yang mempunyai kekuatan,”tegasnya.


Ia juga tidak heran jika Eri Cahyadi bisa memanjatkan doa dengan fasih, karena sebelumnya warga Nahdliyin juga tahu Eri adalah pengurus NU Kota Surabaya dan keluarga besar Ponpes Ndoresmo. ” Dia selalu jadi imam di tempat kerjan dan sering menyempatkan waktu ngaji, ini menunjukkan dia religius, “katanya.


Oleh karena itu, warga NU Kota Surabaya wajib memilih sosok pemimpin yang benar- benar dari kalangan Nahdliyin dan santri.


Kalau menurut kitab Al Afiyah milik Ibnu Malik sudah sangat jelas, menurut kitab tersebut selama masih ada yang menunjukkan jelas, yang samar harus ditinggalkan, artinya selama ada yang jelas NU, harus dipilih, yang masih samar ke-NU-annya harus ditinggalkan,”ujarnya. (Ham)

Lebih baru Lebih lama
Advertisement