Surabaya
Newsweek- Peran bisnis di Surabaya menjadi barometer para pengusaha ,
untuk mengembangkan bisnisnya, namun sering kali pengusaha tidak melakukan
kewajibannya untuk melengkapi ijinnya, salah satu contoh Hotel Grand Surabaya,
yang diketahui tidak memiliki Ijin Gangguan ( HO) sedangkan, untuk ijin Hak Guna Bangunan (HGB) telah habis masanya sejak Tahun 2004.
Rapat dengar pendapat ( Hearing ) diruang komisi
A DPRD Surabaya , yang dipimpin Herlina Harsono Nyoto sebagai ketua Komisi A
terkait, perijinan Hotel Grand Surabaya yang beralamatkan di jalan Pemuda No 21
Surabaya, dengan menghadirkan seluruh pihak seperti managemen Hotel Grand Surabaya, Disparta, bagian Hukum
Pemkot, Satpol PP Kota .
Wiwiek Widayati Kadisparta Kota Surabaya
menjelaskan, jika pihak managemen Hotel Grand Surabaya pernah mengajukan
perijinan, namun pihaknya tidak memproses dan mengembalikan berkasnya karena,
dianggap tidak memenuhi syarat kelengkapan.
“Pihak managemen Hotel pernah mengajukan
perijinan ke kami tahun 2011, karena berkasnya tidak lengkap maka, belum bisa
diproses dan berkas dikembalikan,” ucap Wiwiek.
Lanjut Wiwiek, kami sekarang sedang menerjunkan
petugas di lokasi untuk melakukan BAP, untuk yang ketiga kalinya karena, BAP sebelumnya tidak membuat manajemen
Hotel berusaha untuk melengkapi persyaratan perijinan, jika kali ini tidak juga
diindahkan maka, kami akan segera meminta bantuan Satpol-PP untuk melakukan
penertiban.
Sementara Irvan Widyanto Kasatpol-PP Kota
Surabaya menambahkan, bahwa pihaknya akan melakukan penertiban setelah menerima
surat resmi rekomendasi dari Disparta, mulai dari tindakan peringatan hingga
penutupan paksa.
“Sesuai prosedur, kami tetap menunggu surat
rekomendasi dari Disparta untuk melakukan penertiban, namun demikian, dalam
protab kami juga diatur untuk tetap memberikan kesempatan kepada yang
bersangkutan, untuk menutup sendiri ini menyangkut kepatutan, dan biasanya
dengan waktu 7 hari jika, tidak dilakukan maka, kami terpaksa melakukan tindakan
penutupan paksa,” jelasnya.
Hampir keseluruhan SKPD dan anggota Komisi A
DPRD Surabaya berpendapat jika, Hotel Grand Surabaya harus dihentikan
operasionalnya karena, tidak dilengkapi ijin sebagaimana mestinya, Bimo
Direktur Hotel Grand Surabaya spontan meminta kearifan dan kebijakan agar, di
berikan waktu untuk mengurus kelengkapannya terutama soal HGB yang tertahan di
BPN.
“Kami adalah BUMN dan hotel yang kami miliki ini
berawal dari kasus wanprestasi terkait hutang-piutang, yang mengharuskan
pihaknya melakukan eksekusi dengan dasar hukum yang jelas yakni, ketetapan
dipengadilan sampai tingkat MA sehingga, kami masih terkendala administrasi
untuk memperpanjang HGB, kami meminta petunjuk sekaligus bantuan, untuk
bisa membantu agar, kami bisa memperpanjang HGB, untuk kelengkapan
perijinananya," ungkapnya memelas.
Mananggapi permohonan Bimo Direktur Grand Hotel
Surabaya, Anugerah Ariyadi wakil ketua Komisi A DPRD Surabaya, dengan tegas
menolak bahkan, menghimbau agar, keberadaan BUMN di Kota Surabaya seharusnya,
justru memberikan contoh yang baik.
"Sekarang jelas bahwa, Hotel Grand Surabaya,
telah beroperasi tanpa kelengkapan ijin, seharusnya pemkot jangan menerima kewajiban pajak dari tempat
tempat seperti ini karena, keberadaannya harus ditutup, apalagi milik BUMN,
berikan contoh yang baik dong,"
tandasnya.
Sementara Fathurahman, berpendapat bahwa,
harusnya manajemen hotel grand Surabaya, menyampaikan sebelumnya kasus yang
sedang dialami agar, bisa mendapatkan kebijakan dari kepala daerah, namun hukum
dan aturan tetap harus ditegakkan, jangan kami dibenturkan dengan nasib
karyawan didalamnya, ini sama dengan membelokkan persoalan dengan memakai karyawan
sebagai benteng,” Ungkapnya.
Lutfiyah menambahkan, bicara soal BUMN,
kenyataannya banyak sekali BUMN, yang justru mendholimi rakyat, contoh
kongkritnya adalah PT KAI, yang dengan kejamnya menyengsarakan warga kota
surabaya, jadi aturan harus ditegakkan, hotel tak berijin ya harus ditutup,”
Tambahnya.
Hal senada diucapkan Riswanto yang meminta
kepada seluruh SKPD terkait, untuk bertindak tegas, dan meminta untuk tidak
membawa persoalan kemanusiaan di kasus ini, kalau harusnya ditutup ya harus
dilakukan penutupan itu ,”Ujar Riswanto. ( Ham )