SURABAYA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ferry Rahman menghadirkan dua saksi ahli dalam
persidangan kasus dugaan pelanggaran hak karya cipta lagu band Radja di
Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (23/8). Dalam kesaksiannya, Agung Damar
Sasongko, Kasi Pertimbangan Hukum dan Hak Cipta Dirjen Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) justru menyebut bahwa kasus yang menjerat terdakwa Santoso Setyadi, bos
Happy Puppy itu murni perdata.
Di hadapan
majelis hakim yang diketuai Hariyanto, Agung menyebutkan, seharusnya kasus ini
dapat diselesaikan secara perdata. Sebab, munculnya kasus tersebut diakuinya
terjadi sebelum UU nomor 28 tahun 2014 tentang HKI ini muncul.
"Dalam UU
yang lama memang tidak menyebutkan secara pasti tentang apa itu performance
right maupun mechanical right. Sehingga sebelum UU yang baru itu, kebiasaan
yang terjadi, menjadikan semua itu sudah jadi satu. Yang terpenting rumah
karaoke sudah memenuhi kewajibannya membayar royalti," kata Agung.
Dengan dasar
itulah, lanjut Agung, maka dalam kasus ini tidak terjadi pelanggaran hukum
terhadap rumah karaoke, mengingat dalam klausul perjanjian antara user dengan
lembaga manajemen kolektif (LMK)yang mengelola royalti, terdapat klausul yang
melindunginya dari gugatan pihak ketiga. "Tidak ada pelanggaran hukum,
karena sudah menjadi kebiasaan waktu itu, bahwa performing dan mechanical right
sudah include," jelasnya.
Sementara itu,
Henry sulistyo, Dosen Hukum UPH yang juga pembina dari Yayasan Karya Cipta
Indonesia (YKCI) juga senada dengan Agung. Ia bahkan mengibaratkan, polemik tersebut
dengan kebiasaan orang makan pisang berubah setelah makan steak. "Kalau
sudah bisa makan steak, jangan lupa kalau dulu pernah makan pisang,"
terangnya.
Ia menjelaskan,
kasus ini dianggap tidak fair karena menyalahkan user dengan aturan baru,
lantaran kaidah hukumnya hukumnya yang lama belum jelas. Terkait dengan kasus
ini, dalam aturan lama memang tidak dijelaskan secara spesifik dalam perjanjian
terkait dengan pembayaran royalti performing right maupun mechanical right.
Sehingga dalam
praktek yang terjadi, user yang membayar royalty, sudah mendapatkan semuanya.
"Karena tidak mungkin, orang melakukan performing right tanpa melakukan
mechanical right," beber Henry.
Oleh karenanya,
ia pun menilai jika kasus tersebut dapat diselesaikan secara keperdataan.
Sehingga, jika pemilik rumah karaoke sudah menyelesaikan pembayaran royalti,
maka dia bebas menggunakan karya cipta tersebut.
Seperti diketahui, kasus
ini terjadi berawal saat Ian Kasela melaporkan lima rumah hiburan karaoke
diantaranya, NAV, Inul Vizta, Charlie Family, DIVA, dan Happy Puppy. Lima rumah
karaoke itu dilaporkan karena telah memutar tiga lagu band Radja secara ilegal.
Atas laporan itu, polisi akhirnya menetapkan Santoso Setyadi. (Zai)