Surabaya Newsweek- Banyaknya angka tunggakan retribusi izin pemakaian tanah
(IPT) atau yang lebih dikenal dengan istilah surat ijo masih cukup tinggi. Oleh
karenanya, Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Surabaya akan menerapkan
sejumlah perubahan, khususnya dalam hal pembayaran retribusi.
Maria Ekawati Rahayu Kepala DPBT Surabaya mengatakan,
mayoritas mereka yang menunggak adalah pemegang surat ijo untuk wilayah
permukiman. “Kebanyakan alasannya kejauhan karena harus membayar di unit
pelayanan terpadu satu atap (UPTSA),” ungkap Maria saat ditemui di kantornya,
Kamis (29/9).
Menanggapi hal tersebut, DPBT akan mendekatkan layanan
pembayaran retribusi surat ijo kepada masyarakat. Mulai Oktober, masyarakat
dapat membayar retribusi surat ijo di kantor kelurahan. Petugas DPBT akan
disiagakan di kantor kelurahan untuk melayani pembayaran retribusi.
Pejabat yang akrab disapa Yayuk itu melanjutkan,
karena rencana ini masih dalam tahap uji coba, maka layanan pembayaran
retribusi surat ijo belum diterapkan di semua kelurahan.
“Pertama, kita coba
dulu di kelurahan-kelurahan dengan angka tunggakan tinggi, sembari memantau
apakah langkah ini cukup efektif. Bila hasilnya memuaskan tentu akan
dilanjutkan dengan cakupan yang lebih luas,” urainya.
Terkait sosialisasi, DPBT akan menyampaikan kepada
kecamatan dan kelurahan yang menjadi target layanan, untuk selanjutnya
diteruskan ke RT dan RW setempat. Dengan demikian, warga dapat meng-update
informasi ke RT atau RW di tempat tinggal masing-masing.
Sebagai informasi, DPBT Surabaya mematok target
retribusi dari surat ijo untuk tahun 2016 sebesar Rp 41 miliar. Hingga
September 2016, sudah Rp 38 miliar yang terkumpul dari sektor tersebut. Yayuk
optimis, target retribusi akan tercapai pada akhir tahun nanti.
Soal pelepasan surat ijo, mantan Kabag. Hukum ini
menuturkan bahwa hal itu telah diatur dalam Perda 16/2014 tentang Pelepasan
Tanah Aset Pemerintah Kota Surabaya. Sedangkan tata caranya diatur lebih rinci
dalam Perwali 51/2015 tentang Tata Cara Pelepasan Tanah Aset Pemerintah Kota
Surabaya.
Adapun subyek pelepasan adalah pemegang surat ijo yang
ber-KTP Surabaya. Sementara, syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan
permohonan pelepasan antara lain, peruntukan IPT adalah perumahan dengan
penggunaan untuk rumah tinggal, pemohon merupakan pemegang IPT selama 20 tahun
berturut-turut, serta IPT masih berlaku.
Selain itu, luas lahan yang ingin dilepas berukuran
maksimal 250 meter persegi. Pemohon hanya bisa melepaskan satu persil.
Terakhir, lahan tidak dalam sengketa atau tidak masuk dalam perencanaan
pembangunan yang dilaksanakan oleh pemkot.
“Warga bisa mengajukan permohonan pelepasan tanah
kepada Walikota Surabaya melalui Kepala DPBT dengan dilampiri KTP, fotokopi
IPT, bukti pembayaran retribusi IPT terakhir serta surat pernyataan kesanggupan
membayar segala biaya yang timbul akibat adanya permohonan pelepasan hak,”
terang Yayuk.
Dia berharap, pemohon bisa mengurus langsung ke kantor
DPBT Surabaya tanpa perantara.
Hal itu bertujuan agar warga tidak mendapat
informasi yang salah seputar pelepasan IPT.
Sayang, sejak diundangkan pemohon yang mengajukan
pelepasan surat ijo masih minim. Yakni, sebanyak sembilan pemohon. Tiga di
antaranya tidak memenuhi syarat lantaran memegang surat ijo di bawah 20 tahun.
Menurut Yayuk, minimnya permohonan pelepasan surat ijo
ini bisa jadi karena harga yang dikenakan terhadap pemohon adalah harga pasar
yang ditentukan oleh tim penilai independen. Sehingga, warga yang merasa
keberatan memilih tetap memperpanjang IPT ketimbang melepas IPT menjadi hak
milik.
Untuk diketahui, total sebanyak 2.502 persil yang dinyatakan memenuhi syarat untuk dilepas. Persil-persil tersebut tersebar di wilayah Surabaya pusat, selatan, timur dan utara. ( Ham)