SURABAYA
- Penahanan Sapto Peristiawan Yudho Nugroho berdasarkan Sprin-Han Nomor: SP
Han/59/IX/2016/Reskrim Polsek Bubutan terhadap Pria remaja berusia 20 Tahun yang
beralamat dijalan Babadan Rukun Surabaya diindikasikan cacat yuridis (salah
tangkap). Penahanan terhadap Sapto Yudho Nugroho tidak didasari oleh alat bukti
dan Barang Bukti (BB) yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, tidak
adanya kesamaan tanggal dan tahun yang tertulis dalam Surat Perintah
Penangkapan dan Laporan Polisi, dalam Sprinkap tertulis tanggal penyerahan 29
Juni 2016.
Sedangkan,
Laporan Polisi dituliskan tahun 2015, padahal diketahui kejadian dalam perkara
tersebut terjadi di tahun 2016. Selain itu, tidak adanya Surat Pemberitahuan
Hasil Penyidikan (SP2HP) yang disampaikan kepada keluarga hingga saat ini,
padahal diketahui Sapto Yudho Nugroho telah ditahan dan ditetapkan sebagai
tersangka. Terlebih korban (Jaka) yang beralamat di jalan Krembangan Barat
Surabaya yang melaporkan kepada pihak Polsek Bubutan Surabaya salah menyebut
nama tersangka (Sapto Peristiawan Yudho Nugroho) dengan nama Nur sebagai orang
yang dituduh merampas kendaraan bermotor milik korban (Jaka).
Berdasarkan
hasil investigasi awak media Soerabaia
Newsweek, hal tersebut terkesan dipaksakan, salah tangkap dan melanggar
HAM, memaksa mengakui serta menyiksa tersangka (Sapto Peristiawan Yudho
Nugroho). Dengan adanya penyiksaan, pemukulan serta disuruh mengakui perbuatan
yang tidak dilakukannya, dan juga menandatangani sejumlah berkas dibawah
tekanan penyidik untuk mengakui perbuatan yang tidak dilakukan oleh Sapto dengan
tuduhan melakukan penipuan, penggelapan, pemerasan sebagaimana datur dalam Pasal
378 jo Pasal 372 jo Pasal 368 KUHPidana.
Hal
dimaksud sangat menciderai dan jelas-jelas bertentangan dengan Asas Praduga
Tidak Bersalah dan Asas Persamaan Dihadapan Hukum, karena selama proses
penyidikan dan penetapan tersangka, tidak didampingi oleh kuasa hukum. “Penangkapan
ini salah kaprah mas, Sapto ditangkap dengan dalil yang tidak masuk akal,
karena pada hari yang dituduhkan Rabu, (21/09/2016) Sapto berada seharian di sekitar
rumah “gak metu nang embong”, Sapto loh nduwe sepeda motor scopy dewe, gak
mungkin nyolong sepeda,” ungkap keluarga Sapto Peristiawan Yudho Nugroho. Saat
keluarga menjenguk di Polsek Bubutan, Sapto menuturkan jika dirinya mengalami
penyiksaan dan dipaksa mengakui kasus Penipuan, Penggelapan, Pemerasan dengan
menandatangani surat pernyataan pengakuan oleh Reserse Polsek Bubutan Surabaya.
Di
hari dan waktu yang berbeda Minggu, (25/9/2016) Kuasa Hukumnya menjenguk serta
menjelaskan "Penetapan tersangka, tidak didahului dengan proses
penyelidikan dan alat bukti yang sah. Selain itu, sejak dilakukan upaya paksa
penangkapan dan penahanan, hingga saat ini tidak ada Surat Pemberitahuan Hasil
Penyidikan (SP2HP) yang disampaikan kepada keluarga Sapto, dan ketika pengacara
korban meminta hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka kepada pihak
Kepolisian tidak diberikan.
Padahal
hal dimaksud merupakan hak-hak tersangka untuk kepentingan pembelaan yang
diatur dalam Pasal 72 KUHAP, Peraturan Kapolri No 14 Tahun 2012 tentang
Manajemen Penyidikan dan atau Peraturan Kabareskrim No 3 Tahun 2014 tentang SOP
Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana ," tukas Bagus Teguh Santoso ,SH.,MH
selaku Ketua Tim Kuasa Hukum keluarga Sapto.
Dari
sumber yang lain berdasaran laporan penelusuran tim LSM Indonesia Social Control
(ISC) yang dipimpin oleh M.Rafik selaku
koordinator penerima aduan, patut diduga adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia,
dikarenakan selama proses penahanan Sapto mengalami penyiksaan dan tidak diberi
makanan oleh penyidik. Kepada media Soerabaia
Newsweek Rafik menuturkan bahwa " Sapto Peristiawan Yudho Nugroho
tidak mengenal korban perampasan sepeda Honda Beat Nopol L 2880 RO dan saat
terjadinya kehilangan sepeda motor itu saudara Sapto berada dirumahnya sesuai
dengan informasi keluarga dan sejumlah tetangganya”.
Menurut
info yang didapat dari Kanit Reserse Polsek Bubutan AKP Budi Walujo,SH.,M.Hum
sepeda motor tersebut raib pada hari Rabu Pukul 17:00 WIB sore, namun fakta
yang didapat dari warga sekitar kediaman, Sapto hari Rabu Pukul 16:00 WIB
sedang berada di gapura kampung dekat rumah bersama beberapa warga dan pukul
17:00 WIB sore sampai 19:30 WIB saudara Sapto berada di rumah temannya
sekampung.
Oleh
sebab itu kami, selaku wakil dari LSM Indonesia Social Control butuh mendalami
lebih lanjut terkait fakta-fakta yang kami dapatkan perihal langkah-langkah apa
yang akan kami tempuh, termasuk apakah perlu melanjutkan perkara ini ke proses
Pra-Peradilan, serta tidak lupa kami akan meminta perlindungan hukum kepada
Kapolda Jawa Timur,” pungkas M.Rafik. (eko)