Surabaya Newsweek-
Pemerintah pusat, melalui Balai Besar pelaksanaan Jalan Nasional VIII akan
mengucurkan anggaran sebesar Rp. 48 M pada tahun ini untuk memperbaiki jalan
nasional yang masuk wilayah Metropolis I (Surabaya – Gresik). Anggota komisi C
Bidang Pembangunan DPRD Surabaya, Vinsensius Awey, mengatakan, dari sejumlah
anggaran tersebut, Rp. 20 M diantaranya dipergunakan untuk perbaikan jalan
Kalianak.
“Hal itu sesuai dengan
Surat Menteri PU dan Perumahan Rakyat No. 631/KPTS/M/2009,” tuturnya
Awey mengatakan, di
Surabaya ada sekitar 20 jalan nasional. Dari jumlah itu, berdasarkan aduan
warga dan survey dari pemerintah kota sebanyak 8 titik lokasi kondisinya rusak
parah, yakni di Sidodadi, Sidotopo, Sidorame, Dupak rukun, kalan Ikan Dorang,
Jalan Jakarta, kenjeran, Kalianak Gresik Tambak Osowilangun.
“Berasarkan pengaduan warga
dan survey ada 8 titik lokasi kondisi rusak parah, selain macet, jalan-jalan
tersebut juga sering terjadi musibah kecelakaan,” ungkapnya
Politisi Partai Nasdem ini
mengaku, selama ini perbaikan jalan bentuknya tambal sulam. Padahal, seharusnya
perbaikan bentuknya over lay (dilapisi) atau di cor beton.
“Seharusnya perbaikan jalan
bentuk nya bukan tambal sulam tapi harus dicor beton, masak kalah sama Jakarta
yang sudah cor beton,” katanya
Vinsensius Awey mengakui,
meski sudah ada koordinasi antara pemerintah kota dengan pemerintah pusat. Namun,
hingga saat ini belum ada perbaikan jalan nasional di Surabaya yang rusak
parah.
“Minimal, kita harapkan
perbaikannnya di over lay, maksimal di cor beton,” ujarnya
Awey mengungkapkan, dari
sejumlah jalan di Surabaya, terdapat satu jalan yang kepemilikannya tak jelas,
yakni jalan Margomulyo. Ia mengakui, jalan tersebut awalnya adalah jalan
nasional. Tetapi berdasarkan surat Menteri PU &PR 631/KPTS/M/2009 jalan
tersebut tidak termasuk aset pemerintah pusat.
Di sisi lain pemerintah
kota dan pemerintah provinsi juga tak mengakui jalan tersebut merupakan
asetnya. Dampaknya, karena tak bertuan, jika ada kerusakan tak ada satu dinas
pun yang memperbaikinya. Awey menegaskan, karena sekitar kawasan itu adalah
pergudangan, yang tiap tahun membayar retribusi ke pemerintah kota, maka jalan
tersebut diambil alih pemerintah kota.
“Tetapi pemkot malah
menyerahkan ke pusat. Kesimpulan saya, ini pasti masalah beban untuk
pemeliharaannya yang dianggap memberatkan,” pungkasnya.( Ham )