Surabaya Newsweeek- Baktiono Anggota Komisi B
DPRD Surabaya menilai, partisipasi masyarakat untuk ikut mengawasi pelaksanaan
pemungutan dan penyetoran pajak hotel dan restoran di Kota Pahlawan, sangat
penting.
"Saya kira partisipasi masyarakat ikut mengawasi
ini sangat penting. Karena itu, masyarakat perlu mendapat reward karena sudah
peduli dengan pungutan pajak," kata Baktiono, kemarin.
Terkait hal itu upaya memaksimal perolehan pajak hotel dan
restoran yang akan dilakukan secara online.
Masyarakat yang menginap di hotel dan makan di
restoran atau rumah makan, mendapat nomor bill atau barcode saat membayar
tagihannya. Melalui nomor bill, yang bersangkutan bisa mengeceknya secara
online ke website yang disediakan Pemkot Surabaya.
"Kalau pajak yang dititipkan belum
disetorkan wajib pajak ke DPPK, akan ketahuan. Warga yang melaporkan kecurangan
ini akan mendapatkan reward atau penghargaan dari Pemkot Surabaya," jelas
Baktiono.
Menurut dia, masyarakat yang menemukan
pelanggaran dan melaporkannya ke Pemkot Surabaya mendapat reward lumayan.
Yakni ganti biaya menginap di hotel atau makan di restoran sesuai tagihannya
saat itu.
Sebaliknya wajib pajak akan dikenai punishment
berupa denda sampai 10 persen ketika tidak membayarkan pajaknya ke Dinas
Pengelolaan Pajak dan Keuangan (DPPK) Kota Surabaya sampai 7 hari kerja.
Komisi B DPRD Surabaya sendiri sudah merampungkan
raperda pajak online pada akhir tahun lalu. Sekarang, raperda inisiatif dewan
ini tinggal pengesahannya saja melalui rapat paripurna.
Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan, karena
masih ditangani secara manual, potensi pendapatan asli daerah (PAD) pajak hotel
dan restoran di Surabaya menguap 90 persen.
Potensi dan perolehan pajak tersebut tidak
seimbang, karena selama ini DPPK masih menggunakan sistem lama.
Selama ini, tambah dia, para wajib pajak hotel
dan restoran bisa menghitung pajak sendiri (MPS) atau biasa disebut self
assesment.
"Kalau menggunakan sistem lama ini
memungkinkan terjadi kolusi dan nepotisme. Ini kurang baik dan perlu dilakukan
perbaikan agar perolehan PAD Pajak Hotel dan Restoran bisa maksimal,"
ucapnya.
Untuk mengoptimalkan penarikan pajak hotel dan
restoran ini, lanjut Baktiono, DPPK sudah pernah mengusulkan akan
memasang alat bernama ipose atau tiping box. Alat ini akan mencatat setiap
transaksi secara online sehingga mudah dipantau DPPK secara real time.
Surabaya sendiri termasuk ketinggalan soal
penerapan alat ini. Sebab ipose atau tiping box ini sudah diterapkan di
Kabupaten Badung, Semarang, Jakarta dan Batam.
Hanya, untuk penerapan alat ini kendalanya ada
pada biaya pengadaannya. Sebab tiap unitnya mencapai Rp 10 juta. Padahal di
Surabaya ada 4.750 obyek pajak baik Hotel dan Restoran.
Untuk menyiasatinya, ada rencana tidak semua
wajib pajak dipasangi alat itu. Sementara akan dipasang di 100 tempat wajib
pajak saja. Sisanya tetap dilakukan seperti sebelumnya tetapi melibatkan
masyarakat untuk pengawasan.
"Saya yakin kalau alat ini dipasang di semua
wajib pajak hotel dan restoran, akan ada kenaikan pajak hotel dan restoran
sampai 4 kali lipat dari yang ada sekarang ini," ujarnya.
Rencananya, jenis pajak yang di-online-kan ini
meliputi pajak hotel dan restoran, pajak parkir, pajak hiburan, dan pajak
rekreasi.( Ham )