Surabaya, Newsweek - Persidangan sengketa keuangan antara Anthony Wisanto dan Kelvin Winata
kembali digelar dalam lanjutan perkara perdata No. 273/Pdt.G/2025/PN Sby di
Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (14/8/2025). Perseteruan internal antara dua
pemegang saham PT D Stars ini kian tajam, dengan kedua pihak saling menyerang
melalui bukti surat dan kesaksian saksi kunci.
Dalam sidang kali ini, pihak tergugat Kelvin Winata menghadirkan saksi Ricky
Soesanto serta menyerahkan delapan bukti surat guna menangkis gugatan yang
dilayangkan Anthony Wisanto.
Ricky di hadapan majelis hakim menyebut bahwa berdasarkan hasil audit
investigasi oleh Kantor Akuntan Publik Long Setiadi, Anthony diduga telah
melakukan penggelapan dana perusahaan. Laporan tersebut, lanjut Ricky, menjadi
dasar pelaporan Anthony ke Polda Jatim atas persetujuan pemegang saham lainnya
di PT Lima Pilar Jaya Abadi.
Sebaliknya, dalam sidang sebelumnya (7/8/2025), Anthony menghadirkan saksi
Hermono, karyawan bagian akunting di D Stars. Hermono menjelaskan bahwa konflik
antara Anthony dan Kelvin telah berlangsung sejak 2021. Berdasarkan dokumen
notaris, Anthony dan Kelvin merupakan pemilik D Stars bersama beberapa pemegang
saham lainnya.
Menurut Hermono, selama 2020 D Stars mengalami kerugian operasional dan
sebagian besar biaya ditanggung oleh Anthony. Ia juga menyebut bahwa secara
administratif, keuangan D Stars dikelola oleh Anthony, meskipun seluruh uang
perusahaan masuk ke rekening perusahaan, bukan pribadi.
“Anthony juga mengerjakan proyek renovasi pasar di Bombana. Saat pandemi,
karyawan tetap digaji dari dana pribadi Anthony, ada bukti berupa cek dan
bilyet giro atas nama beliau,” ungkap Hermono.
Namun ketika ditanya soal RUPS dan hasil audit investigasi yang menyebut
Anthony kurang setor modal, Hermono mengaku hanya mengetahui secara lisan
melalui paparan auditor di Ruko RMI.
Kuasa hukum Anthony, Teguh Santoso, membantah validitas audit investigasi yang
digunakan pihak Kelvin. Ia menilai audit tersebut tidak bisa dijadikan bukti
hukum yang sah, apalagi sebagai dasar laporan pidana.
“Itu bukan legal opinion. Audit investigasi tidak bisa memacu perkara dari
penyelidikan ke penyidikan. Bahkan, audit itu dibiayai oleh klien kami, bukan
independen,” kata Teguh.
Ia menegaskan, uang yang dipermasalahkan memang masuk ke rekening Anthony,
namun itu sah karena Anthony memiliki akta notaris yang menyatakan dirinya
sebagai pengelola keuangan D Stars. Bahkan, menurut Teguh, jika dihitung secara
menyeluruh, justru lebih banyak uang pribadi Anthony yang digunakan untuk
perusahaan.
“Gugatan ini justru untuk membuktikan adanya kerjasama pengelolaan D Stars antara
keduanya, dan D Stars memiliki hutang kepada Anthony,” imbuhnya.
Teguh juga menyampaikan keberatan atas kehadiran calon saksi dari pihak Kelvin
yang berada dalam ruang sidang dan mendengarkan jalannya persidangan. Ia
mengaku telah mendokumentasikan hal tersebut dan berjanji akan menolak jika
saksi tersebut dihadirkan dalam sidang mendatang.
Di sisi lain, Teguh menyinggung soal kelayakan Kelvin sebagai direktur utama,
menyebut bahwa tanggung jawab pengelolaan seharusnya diemban oleh Kelvin sesuai
Undang-Undang Perseroan Terbatas. Namun, Teguh menyindir bahwa kelayakan itu
diragukan karena kebiasaan Kelvin treading forex/robit goblin, sebagaimana
penjelasan Anthony Wisanto yang menitipkan dana investasi ke Kelvin Winata,
akan tdk ada kejelasan hingga d laporkan di Polrestabes Surabaya
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum Kelvin menyatakan bahwa inti perkara
adalah adanya hutang Rp1,4 miliar yang diberikan secara lisan oleh Kelvin
kepada Anthony untuk keperluan operasional D Stars.
“Penggugat menyebut D Star adalah restoran, tapi praktiknya ada usaha karaoke.
Hasil audit investigasi dari KAP menunjukkan adanya dugaan penggelapan,
termasuk aliran dana dari rekening perusahaan ke rekening pribadi Anthony,”
tegas kuasa hukum Kelvin.
Ia juga menambahkan bahwa uang yang dikirim ke Ibu Tri (bagian keuangan D
Stars) berasal dari Anthony, bukan langsung dari rekening perusahaan. Hal ini
menjadi sorotan karena berpotensi menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang
dalam pengelolaan keuangan. (Ban)