Festival Musik Patrol Semarakkan Ramadhan di Surabaya



SURABAYA----Taman Jayengrono yang terletak di depan Jembatan Merah Plaza, mulai Rabu (24/7) malam kemarin berubah menjadi panggung lomba kesenian. Ratusan peserta dengan mengenakan aneka kostum dan membawa alat-alat musik tradisional seperti kentongan bambu, ember, gitar kecil hingga drum, berlomba menyuguhkan alunan musik merdu dan lagu yang enak didengar di hadapan para juri. Respon ratusan penonton yang antusias memberikan dukungan, semakin menambah semangat peserta lomba untuk menampilkan aksi terbaik.

Begitulah suasana Festival Musik Patrol (FMP) yang kembali digelar oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya di Taman Jayengrono pada 24-25 Juli 2013. Ajang yang dimaksudkan untuk melestarikan seni bernuansa Islam ini sebenarnya rutin digelar Disbudpar Kota Surabaya sejak tahun 2009 ketika memasuki bulan Ramadhan. Namun, agenda tahunan tersebut sempat menghilang pada tahun 2012 lalu alias tidak digelar dikarenakan sesuatu hal. Tahun 2013 ini, warga yang menggandrungi music patrol, bisa kembali menyaksikannya.
Kepala Bidang Rekreasi Hiburan Disbudpar Kota Surabaya, Fauzie M Yos mengatakan, lewat gelaran FMP ini, pihaknya bersemangat untuk menggali potensi warga Kota Surabaya dalam berkesenian Islam, utamanya di bulan suci Ramadhan. Menurutnya, posisi FMP penting sebagai sarana untuk mengajak masyarakat Surabaya dalam pelestarian seni bernuansa Islam.
“Ini adalah gelaran FMP yang keempat kalinya yang kita adakan. Intinya, lewat festival musik patrol ini, kita di Disbudpar ingin melestarikan budaya seni bernuansa Islam. Lewat FMP, kita juga berharap bisa menjalin silaturrahmi antar warga di Kota Surabaya,” tegas Fauzie M Yos, Kamis (25/7).
Menurut Fauzie, eksistensi kesenian Islam di Surabaya perlu dibina, ditingkatkan, dan dikembangkan. Tujuannya, agar masyarakat bisa mengenal lebih dalam tentang apa itu musik islami. Selama ini, musik patrol dikenal sebagai kesenian tradisional menggunakan peralatan sederhana yaitu kentongan bambu atau kayu yang dibunyikan dengan irama teratur sehingga memberikan suara yang enak didengar. Musik patrol ini awal mulanya digunakan penjaga  ronda untuk membangunkan masyarakat yang terlelap tidur agar waspada apabila ada pencuri atau perampok yang masuk di rumahnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, di kampung-kampung menjelang dini hari, musik patrol difungsikan untuk membangunkan muslim yang berpuasa agar bangun untuk makan sahur. Peralatan musiknya kemudian ditambah jidor, gitar, ketipung, angklung dan lain sebagainya.
Terkait peserta, Fauzie menegaskan bahwa mereka yang berpartisipasi di FMP merupakan perwakilan dari masing-masing kecataman di Surabaya. Syaratnya, mereka harus warga Surabaya.  Status sebagai warga Kota Pahlawan itu dibuktikan dengan menunjukkan KTP Surabaya, Kartu Susunan keluarga (KSK) atau kartu pelajar.  Peserta dipersilahkan membawa alat-alat musik masing-masing sesuai aliran musik yang akan ditampilkan. Peserta juga dibebaskan membawakan lagu yang bernuansa islami.
“Setiap satu kecamatan dipersilahkan menampilkan satu tim terbaiknya. Satu tim terdiri dari 10 orang. Panitia menyediakan waktu penampilan setiap peserta maksimal 10 menit,” jelas Fauzie.
Disparta menyiapkan tiga tokoh kesenian Surabaya sebagai dewan juri. Untuk pemenang lomba, pihaknya menyiapkan award berupa hadiah Rp 5 juta untuk juara pertama, juara kedua Rp 3 juta, sementara juara ketiga Rp 1,750 ribu. Untuk enam peserta lainnya yang lolos dalam babak enam besar akan mendapatkan masing-masing Rp 1,5 juta.

Gatot, peserta festival musik patrol dari Kecamatan Sukolilo mengaku senang bisa ikut berpartisipasi di FMP tahun ini. Menurutnya, bagi anak muda sepertinya, penting untuk menyalurkan hobi pada hal yang positif. “FMP ini bisa menumbuhka kreativitas berkesenian anak-anak muda di Surabaya. Saya pribadi senang bisa ikut berpartisipasi karena bisa bermusik sambil menjalankan ibadah,” ujarnya.
Lebih baru Lebih lama
Advertisement