MHTI DPD II Bondowoso Gelar KIN Kuatkan Ketahanan Keluarga

BONDOWOSO – Untuk membangun kesadaran umum terhadap akar persoalan dan solusi atas buruknya ketahanan keluarga, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) menyelenggarakan Kongres Ibu Nusantara (KIN) ke 4 di 83 kota di seluruh Indonesia pada rentang tanggal 17 hingga 25 Desember 2016.

Begitu halnya dengan MHTI DPD II Bondowoso, juga melaksanakan KIN yang bertajuk, Negara Soko Guru Ketahanan Keluarga, acara tersebut bertempat di Gedung Aula Al Irsyad, JL Imam Bojol No. 37 Bondowoso.

Tanpak sekitar 250 muslimah hadir dari berbagai profesi, tua, muda juga berkumpul menyalurkan isnpirasi. Tidak hanya dari kalangan muballigh, pengasuh pesantren, pengurus majelis taklim, ibu rumah tangga, tetapi juga para tokoh perempuan tampak hadir menjadi sosok muslimah yang peduli nasib perempuan, keluarga dan generasi muda.

Sebagai pembicara, Elsi Nuryati SPd, memaparkan betapa kuatnya liberalisme menjadi biang dari kehancuran ketahanan keluarga. Paham kebebasan ini menurutnya, membuat generasi muda dan kaum perempuan di Indonesia, menjadi lemah, sehingga berimbas pada berbagai tindak kejahatan yang diperankan oleh perempuan.

Akibat merebaknya paham liberalisme, perzinahan meraja lela, narkoba menjerat siap saji, anak membunu ibu, ibu memutilasi anak dan gugat cerai terus meroket. Inilah buah dari liberalisme yang bisa menghancurkan Indonesia, terangnya.

Hal tersebut dibenarkan oleh pembicara kedua, yakni Elis Silowati SP SPd MPd. Sebagai narasumber beliau menjelaskan dampak liberalisme yang dapat terlihat dari output pendidikan saat ini.

Menempuh pendidikan saat ini membutuhkan biaya mahal, namun hasilnya sangat jauh dari membentuk dari insan kamil. Katanya negeri ini negeri yang jujur, nyatanya mencontek diperbolehkan hanya demi gengsi, tandasnya.

Sementara, Nur Rifati Oetami yang juga menjadi pembicara dalam kongres tersebut mengungkapkan, selain paham liberalisme, penyebab kehancuran keluarga kebanyakan dipicu oleh sistem ekonomi. Dimana negara berlepas tangan dan mengurusi rakyat.

Negara dalam sistem kapasitas bukan lagi menjadi ro’yi (pengurus), melainkan jadi pembisnis. Pemenuhan kebutuhan pokok individu (sandang, pangan) dan kebutuhan massal (pendidikan, kesehatan) bertumpuk pada keluarga secara mandiri, jelasnya.

Lebih lanjut dirinya menerangkan, jika saat ini sistem ekonomi Indonesia sudah pro rakyat. Namun, kenyataannya yang dirasakan adalah jeritan kemiskinan dan mahalnya harga kebutuhan.

Berharap kesejahteraan dalam sistem demokrasi kapitalis, ibarat jauh api dari panggang. Maka solusinya, sistem ekonomi islamlah yang bisa diterapkan dalam sebuah negara, sehingga akan mampu membangun kesejahteraan dan ketahanan keluarga, tukasnya.

Oleh karena itu, harapnya, pembahasan dalam kongres selain menjadi masukan dan koreksi bagi pengambil kebijakan, juga diharapkan dapat meningkatkan semangat juang kaum ibu untuk bersama-sama menegakkan Khilafah Islamiyah demi menunaikan kewajiban melaksanakan syariah secara kaffah. Dengan berlakunya seluruh syariat, akan terwujut keluarga yang kokoh berketahanan, kesejahteraan  dan kebahagiaan yang hakiki, pungkasnya. (Tok)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement