Sidang PS di Jalan Wijaya Kusuma, Hakim PN Surabaya Tetap Tawarkan Damai


SURABAYA - Majelis hakim PN Surabaya akhirnya menggelar sidang Pemeriksaan Setempat (PS) atas gugatan pembatalan waris antara Nyoto Gunawan melawan Nyoto Gunarto, di Jalan Wijaya Kusuma No. 16. Selasa (11/2/2020).

Dalam sidang PS yang digelar sekitar pukul 09:00 WIB ini, majelis hakim mendapati fakta bahwa rumah Nyoto Gunarto di Jalan Wijaya Kusuma No. 16 yang akan dijadikan tempat sidang PS, dalam kondisi terkunci rapat, sebab Nyoto Gunarto sebagai pemilik rumah sedang tidak berada ditempat.

Sidang PS kali ini dihadiri majelis hakim Dwi Purwadi dan Pudjo Saksono, penasehat hukum Nyoto Gunawan, Tugianto Lauw dan Tri Widodo, sementara dari pihak Nyoto Gunarto dihadiri penasehat hukumnya Ni Wayan Tira dari kantor hukum dan mediasi Tonic Tangkau dan rekan. 

Pada sidang ini, hakim Dwi Purwadi dan penasehat hukum kedua belah pihak sempat berdiskusi dan saling mencocokan data. Sempat terjadi perdebatan antara Nyoto Gunawan sebagai pihak penggugat dengan Ni Wayan Tira selaku penasehat hukum pihak tergugat. 

Menurut Nyoto Gunawan, selain rumah di Jalan Wijaya Kusuma No 16 dan 18 sebelum meninggal dunia, alamarhum Buntaran Nyoto dan Moenti Njoto dalam surat pernyataanya bertanggal 1 Juli 1985, juga mempunyai toko di Kapasan, rumah di jalan Plampitan, jalan Kepatihan dan jalan Kramat Gantung, serta emas batangan.

Sebaliknya,  menurut kuasa hukum tergugat Nyoto Gunarso dinyatakan bahwa rumah yang berada di jalan Wijaya Kusuma No. 16 tersebut bukan termasuk salah satu obyek warisan dari almarhum Buntaran Nyoto dan Moenti Njoto.

"Dalam surat 85 tidak disebut untuk rumah ini. Rumah ini diperoleh klien kami pada tahun 1993, jauh setelah surat pernyataan 85 terbit. Klien kami beli rumah ini dasarnya Sertifikat Hak Milik (SHM) dan itu pun atas nama istrinya," ucap Ni Wayan Tira pada saat sidang PS. 

Diakhir sidang PS tersebut, hakim Dwi Purwadi kembali mengungkapkan harapannya agar pihak-pihak yang bersengketa bisa menyelesaikan permasalahannya secara kekeluargaan atau berdamai.

Menurutnya, berdamai merupakan jalan terbaik, sebab apabila tidak mau berdamai bahkan tetap ingin terus berperkara, maka imbasnya bakal sampai ke anak cucu.  "Kalian ini bersaudara, yang punya anak, punya istri dan punya keluarga besar. Berdamailah soal warisan ini, jangan mau menang-menangan. Malu lah, yang muda mendatangi yang tua. Saya sebagai hakim berusaha keras supaya kalian berdamai," ucap hakin Dwi dilokasi PS. 

Usai menawarkan perdamaian, majelis hakim kembali menunda persidangan hingga sepekan mendatang dengan agenda memberikan kesempatan kepada pihak penggugat dan tergugat untuk menyerahkan bukti-bukti tambahan. "Saya berikan kesempatan satu minggu pada masing-masing pihak untuk menyerahkan bukti tambahan. Setelah itu baru kesimpulan," pungkas hakim Dwi Purwadi menutup sidang PS. (Ban)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement