
Kedua
orang tersebut datang menghadap Dahliana Lubis, SP sebagai pemeriksanya. Dia
menceritakan kronologis kejadian, merupakan asal-usul tanah almarhum Sarean
tahun 1973 dan tanah tersebut digunakan sebagai lahan pertanian hingga tahun
2010. Dan, tanah sekitarnya sudah ‘dikuasai’ dan dimiliki oleh PT Dian Permana
pengembang perumahan elit Dian Istana dan berdekatan dengan perumahan Bukit
Darmo . “Sebelum terjadi transaksi jual-beli dengan PT Dian Permana, kami ahli
waris Sarean koordinasi dengan Lurah Wiyung, Ghufron mengenai surat Petok dan
kutipan Letter C terkait tanah kejelasan tanah kami. Lurah Wiyung, Ghufron menyampaikan,
bahwa surat kami bersih dan tidak bermasalah,” jelas Matsari.
Atas
dasar pernyataan dari Lurah Wiyung,
Ghufron bahwa tanahnya tidak bermasalah pada tanggal 27Januari 2012 dilakukan
perjanjian jual-beli dibawah tangan antara ahli waris almarhun Sarean, yaitu;
Saya dan Matadji dengan PT Dian Permana yang disaksikan oleh Lurah Wiyung dan
tercatat dengan nomor register : 000/04/436.11.251/2012. Pada tanggal 29
Januari 2012, saya dipanggil di kelurahan Wiyung membicarakan kesanggupan
membuatkan laporan Sporadik dengan persyaratan untuk biaya administrasi
ditetapkan Rp 200 juta. “Dan, pada tanggal 30 Januari 2012 transfer sebesar Rp
100 juta ke rekening pribadi Lurah Wiyung, Ghufron di Bank Jatim melalui Bank
BCA dan bukti transfer dari Bank BCA itu, diminta oleh pak Lurah, Ghufron di
depan SPBU Wiyung, “ timpal Nuri Alimatu, putri kedua Matsari.
Sampai
berjalan lebih dari enam bulan berlalu, sporadik yang dijanjikan oleh Lurah
Wiyung tidak kunjung selesai. Malahan pak Lurah mengarahkan saya untuk mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri (PN), karena diketahui terdapat kutipan buku
letter C atas nama almarhum Kasmadi, yang mengaku sebagai anak almarhum Sarean
dari ibu yang berbeda, tuturnya. Padahal, masih kata, Matsari, almarhum ayah
saya tidak pernah bercerita mengenai perkawinan lainnya di luar dengan ibu
saya. Aneh, orang mengaku sebagai ahli waris dari ayah saya, ketika orang yang
mengaku juga sudah meninggal dunia. “Terus terang, saya tidak habis mengerti
surat Pethok D Nomor 827 atas nama saya dan Pethok D nomor 1931 yang dimiliki
atas nama almarhum Kasmadi berbeda koq bisa dikatakan sama objeknya adalah
membingungkan, ucap Matsari dengan nada tanya.
Pada
bagian lainnya, penasehat hukum, H.Matsari, Iswahyudi, SH.MH menyesalkan sikap
Lurah Wiyung yang menanggapi aduan dari almarhum Kasmadi tanpa mempertimbangkan
keabsahan surat yang dijadikan acuan atau rujukan mengakui sebagai ahli
waris Almarhum Sarean dari ibu yang
berbeda dan tidak mendengarkan masukan dari klien kami (Matsari dan Matadji,
red.). “Logikanya, kan tidak nyambung antara Pethok D No.1931, asalnya dari
Pethok No.827. Kalau betul, bahwa Pethok D No.1931 berasal dari Pethok D
No.827, berarti sudah terjadi perubahan. Namun, dalam kenyataannya Pethok D
No.827 belum pernah mengalami perubahan hingga sekarang,” cetus Iswahyudi.
Menurutnya,
Ahli waris almarhum Kasmadi, harusnya membuktikan bahwa ayahnya almarhum adalah
anak dari Sarean dari ibu yang berbeda dan ditetapkan oleh Pengadilan Agama, bukan mengadukan langsung kepada Lurah dan ditanggapi.
Dia mensinyalir, bahwa Lurah Wiyung mempunyai motif yang tidak baik atas
terjadinya jual-beli antara Matsari dan PT Dian Permana. Sebab, Lurah yang
mengetahui posisi dan asal-usul tanah yang dijadikan objek jual-beli di wilayah
kerjanya. Kenapa tanah tersebut dicatatkan dan diregister di kantor Kelurahan.
“Kalau Lurah Ghufron menyatakan, telah mengembalikan uang yang diterima, siapa
yang menerima dan apa ada surat kuasa dari pak Matsari sebagai pemilik uang
tersebut, tambah Yudi panggilan akrabnya.
Dia
membenarkan,sikap kliennya yang tidak mau menerima pengembalian uang dari Lurah
Wiyung, Ghufron, sebab sikap Lurah Wiyung terkesan mau cuci tangan dan tak mau
disalahkan akibat keterlambatan pembuatan sporadik dan murni kesalahannya.
Siapa pun yang masih mempunyai hati nurani yang jernih dan berakal sehat, tidak
akan menyalahkan Matsari. Karena Matsari telah menjadi korban
kesewenang-wenangan oknum Lurah dan keserakahan pengusaha yang tidak mau peduli
dengan rakyat kecil, ujarnya menandaskan.
Sementara
itu, PT Dian Permana melalui kuasa hukumnya di Jalan Johar No.10 Surabaya
hingga berita ini diturunkan masih belum memberikan jawaban atas pertanyaan
yang diajukan oleh Soerabaia Newsweek.
Sedangkan,informasi diperoleh di lapangan menyebutkan, Lurah Wiyung, Ghufron
juga diminta keterangan oleh tim yang dibentuk Kepala Inspektorat Pemkot
Surabaya, Sigit Sugiharsono pada hari yang sama,yaitu- Rabu, (28/10) hanya
waktunya yang berbeda. Pada pemeriksaaan kali kedua, Matsari dan Matadji pada
hari Rabu, (5/10) dan untuk Lurah Wiyung dikhabarkan diminta keterangan pada
hari Kamis, (6/10). (tim)