BLITAR
- Pemerintah
Kabupaten Blitar melakukan Sosialisasi Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan
Dana Desa. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pengelolaan Dana Desa (DD). Sosialisasi yang digelar di Hall Kampung Coklat, Desa Plosorejo,
Kecamatan Kademangan, Jumat (30/9) pagi ini, dihadiri anggota DPR RI, Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) Pusat, Camat, Kepala Desa, Pendamping Dana Desa
di 156 desa dan pendamping di tingkat kecamatan se Kabupaten Blitar.
Bupati
Blitar, Drs H Rijanto, MM dalam sambutannya
mengatakan, pencairan Dana Desa (DD) di Kabupaten Blitar sudah sesuai
proses yang benar. Bahkan, sebelum pencairan, peningkatan Sumber Daya
Manusia (SDM) kepada Kepala Desa juga sudah dilakukan. “Peningkatan SDN
sudah dilakukan dengan berbagai kegiatan, seperti workshop dan Bimbingan
Teknis (Bimtek),” kata Rijanto, Jumat (30/9).
Dikatakan Rijanto, proses
pencairan dan penyerapan DD di Kabupaten Blitar dinilai sudah baik, ini
terbukti dengan cairnya DD pada 2016. Sedangkan sebagai syarat pencairan DD
tahun 2016, harus menyelesaikan laporan pertanggungjawaban pengunaan DD pada
tahun 2015. “Dalam pencairan DD ada perbedaan, bila DD
2015 ini turun sebanyak tiga tahap. Sedangkan pada 2016 ini ada dua tahap,”
jelasnya.
Lebih
lanjut Bupati Blitar menjelaskan, bahwa pencairan DD tahap kedua
tinggal menunggu waktu, setelah laporan pertanggungjawaban DD tahap
pertama selesai. “Kami menghimbau pada kepala desa untuk menyusun laporan
pertanggungjawaban dengan benar. Ssebab masih ada beberapa hal yang perlu
dievaluasi,” imbuh Bupati.
Sementara
itu, anggota V BPK, Dr Moermahmudi Soerja Djanegara, S E, Ak, MM, C
PA mengatakan, ada beberapa kendala dalam penyerapan DD oleh kepala desa
yang ada di Indonesia. Salah satu kendala tersebut adalah adanya aturan yang
tumpang tindih terkait pengelolaan DD.
Selain itu, adanya pendamping DD yang
tidak ahli dibidangnya, sehingga kepala desa kesulitan ketika meminta
saran kepada pendamping desa. "Kita ingin semua
sama-sama faham, pendamping faham, kepala desa faham terkait
pertanggungjawaban penggelolaan DD," jelas Dr Moermahmudi Soerja
Djanegara.
Menurut
Moermahmudi Soerja Djanegara, kendati demikian, sejak 2015 pihaknya belum
menemukan temuan penyelewengan DD. Sebab menurutnya selama ini pemeriksaan
hanya berupa sample atau contoh beberapa kepala desa di seluruh Indonesia.
Dalam
pemeriksaan DD di beberapa daerah, Moermahmudi menekankan adanya laporan
pertanggungjawaban pengunaan DD oleh kepala desa. Sebab ada beberapa kepala
desa yang belum faham membuat laporan pertanggungjawaban pengelolaan DD.
"Kalau pemeriksa itu kan kaca matanya, kacamata
kuda, apabila ada kesalahan akan menjadi temuan. Namun kita menyarankan
dan memberi masukan bahwa sebagian kepala desa belum mampu membuat laporan
pertanggungjawaban, " ujarnya.
Di
tempat yang sama, Kepala Desa Serang, Kecamatan Panggungrejo, Dwi Handoko
mengatakan, bahwa selama ini, pihaknya sudah membuat laporan
pertanggungjawaban secara detail, baik barang dan jasa. Menurutnya, dengan adanya bukti belanja barang dan jasa, maka
tidak mempersulit kepala desa saat membuat laporan pertanggungjawaban yang akan
dibuat oleh kepala desa.
Sementara
itu, anggota DPRD RI, Muhammad Sarmuji, mengatakan, lahirnya
Undang-Undang No. 6 tahun 2014 menjadikan desa memiliki peran strategis dalam
pembangunan, dalam meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan kemakmuran rakyat
Indonesia. Salah satu lahirnya UU Desa dengan lahirnya DD yang langsung
dialokasikan oleh APBN. Menurut Sarmuji, besarnya dana yang diterima desa dari
APBN, memerlukan pengawasan agar tidak terjadi penyelewengan.
"DPR
akan sangat konsen dalam hal ini, karena selain besarnya dana yang dialokasikan
oleh negara, juga sudah menjadi tugas konstitusi bagi DPR untuk melakukan
pengawasan atas setiap rupiah dana yang dialokasikan melalui APBN," kata
Sarmuji. (dro)