Ritual Larung Sesaji Jadi Ajang Wisata Budaya

PROBOLINGGO - Prosesi ritual tahunan larung sesaji menjadi satu bentuk tradisi leluhur yang mengandung makna dan filsafat kebersihan hati. Agenda ini dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Mayangan, Kota Probolinggo, Kamis (06/10).  Sebuah tenda didirikan, dilengkapi dengan sound system. Namun, tak seperti biasa, tak ada kursi di sana. Panitia hanya menggelar karpet merah sebagai tempat duduk pejabat pemkot setempat yang datang. Semuanya  duduk lesehan.


Sesuai jadwal, ritual digelar pukul  14.00 saat terik matahari sedang di  puncaknya. Tapi toh kondisi tersebut tak membuat ritual lantas jadi sepi. Tak sedikit warga yang antusias melihat prosesi ritual tahunan tersebut, bahkan  tak jarang yang mengabadikannya dengan kamera handphone alias HP. Hadir dalam kegiatan ini, Kepala Dinas kelautan dan Perikanan (DKP) kota Probolinggo, Camat Mayangan, Kasatpol Airud, Satuan Kamladu Mayangan serta segenap undangan. 


Nampal sejak dzuhur, semua keperluan telah disiapkan  panitia. Antara lain mengangkut aneka sesaji yang akan dilarung dari Jl Juanda di Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Kanigaran tempat kelompok PAMU, menuju pelabuhan. Ada kepala sapi, bebek, burung merpati, dan aneka buah-buahan.  Baik yang terpendam di tanah seperti singkong, maupun yang  di atas seperti kelapa, pisang, jagung, cabai, terong, nanas, apel,  dan tomat. Ada pula aneka kue yang disiapkan untuk dilarung ke tengah laut.


Sesuai dengan statusnya, keluarga besar Purwo Ayu Mardi Utomo (PAMU) mengenakan busana Jawa. Yakni, atasan hitam dan mengenakan blangkon, serta bawahan batik dengan dominasi warga cokelat. Plus, membawa  keris pusaka yang diselipkan di  panggul.


Larung sesaji sendiri, baru dimulai sekitar pukul 15.00. Sebelum dimulai, Wali Kota Rukmini  bersama sejumlah pejabat dan keluarga besar PAMU, melepas burung merpati ke udara. Setelah itu, aneka sesaji yang disiapkan, dimasukkan ke dalam perahu mini.


Setelah itu, perahu tersebut di tarik ke tengah laut dengan  menggunakan dua kapal milik Polisi Air dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Timur. Berikutnya, perahu pembawa sesaji itu ditenggelamkan di tengah, mirip dengan tradisi petik laut para nelayan.


Drs Endro Hadi selaku ketua panitia mengatakan,  larung sesaji ini merupakan penutup  dari rangkaian peringatan tahun  baru Islam 1 Muharam 1438 Hijriyah.  Sebelum digelar acara ini, terlebih dahulu dilaksanakan kegiatan Menari dan  pesta kuliner di Jl H Juanda.


Semua sanggar seni, diajak menari dalam acara tersebut.  Selanjutnya kegiatan di isi dengan pagelaran wayang kulit dan  ruwatan masal yang  dilanjutkan dengan selamatan 1 Syuro 1950 Jawa. Menariknya even Larung sesaji ini juga di ikuti dengan ruwatan massal, ada prosesi siraman. Pada prosesi  ini, semua keluarga yang diruwat,  menggunakan baju kopoan: terdiri atas kain mori berukuran  3 meter untuk setiap orang. 


Pada larung sesaji kemarin, baju kopoan juga dilarung ke laut bersama sesaji lainnya. Menurutnya, rangkaian acara  tersebut betujuan untuk ter ciptanya Probolinggo gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo. Yakni, Probolinggo dengan kekayaan alam melimpah,  serta keadaan yang tenteram.  Agenda tahunan  PAMU pimpinan Ki Guco Bambang Suripono Suronoto tersebut  dapat menjadi wisata budaya di Probolinggo. Baik skala regional Jawa Timur, maupun skala nasional.


Apalagi Kota Probolinggo  memang kaya dengan nilai sejarah. “Ini bagian dari upaya pemkot meningkatkan Probolinggo ke depan di semua sektor, termasuk budaya dan pariwisata,” katanya. Hal yang sama disampaikan staf ahli, Didik Sudignyo SH, MSi “Kita berharap agar ritual ini bisa dipertahankan, sebagai budaya yang sanggup memberi kontribusi pengetahuan bagi generasi muda.”Ujarnya. (Suh)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement